PSE
Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) dan Kompetensi Soasial dan Emosional (KSE)
Gambar : Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) dan Kompetensi Soasial dan Emosional (KSE)
Dalam penelitian tentang Pembelajaran Sosial dan Emosional:
- Guru yang memiliki kompetensi sosial dan emosional yang baik lebih efektif dan cenderung lebih resilien/tangguh dan merasa nyaman di kelas karena mereka dapat bekerja lebih baik dengan murid.
- Adanya keterkaitan antara kecakapan sosial dan emosional yang diukur ketika TK dan hasil ketika dewasa di bidang pendidikan, pekerjaan, pelanggaran hukum, dan kesehatan mental.
Pembahasan di atas sejalan dengan peran pendidik yang disampaikan Ki Hajar Dewantara. Pendidik adalah penuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Pemikiran KHD tersebut mengingatkan bahwa tugas pendidik sebagai pemimpin pembelajaran adalah menumbuhkan motivasi mereka untuk dapat membangun perhatian yang berkualitas pada materi dengan merancang pengalaman belajar yang mengundang dan bermakna. Kita merencanakan secara sadar pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dibutuhkan murid-murid untuk mewujudkan kekuatan (potensinya). Pembelajaran holistik yang memberikan mereka pengalaman untuk dapat mengeksplorasi dan mengaktualisasikan seluruh potensi dalam dirinya setinggi-tingginya, baik sebagai manusia maupun anggota masyarakat agar dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan.
Kesadaran akan proses pendidikan yang dapat menuntun tumbuh kembang murid secara holistik sudah menjadi perhatian pendidik sejak lama. Kesadaran ini berawal dari teori Kecerdasan Emosi Daniel Goleman, dikembangkanlah CASEL (Collaborative for Academic, Social and Emotional Learning) pada tahun 1995 (www.casel.org) sebagai konsep Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE). Konsep PSE berdasarkan berdasarkan kerangka CASEL tersebut dikembangkan Daniel Goleman bersama sekelompok pendidik, peneliti, dan pendamping anak. PSE berbasis penelitian ini, bertujuan untuk mendorong perkembangan anak secara positif dengan program yang terkoordinasi antara berbagai pihak dalam komunitas sekolah.
Secara lengkap, hasil penelitian tentang manfaat penerapan pembelajaran sosial dan emosional adalah sebagai berikut:
Gambar 1. Hasil Pencapaian Penerapan Pembelajaran Sosial dan Emosional
Dengan mencermati diagram hasil di atas, kita semakin memahami urgensi PSE, yaitu peningkatan kompetensi sosial dan emosional, terciptanya lingkungan belajar yang lebih positif, peningkatan sikap positif dan toleransi murid terhadap dirinya, orang lain dan lingkungan sekolah. Selain itu, PSE di kelas terbukti dapat menghasilkan pencapaian akademik yang lebih baik. PSE memberikan pondasi yang kuat bagi murid untuk dapat sukses dalam berbagai area kehidupan mereka di luar akademik, termasuk kesejahteraan psikologis (well-being) secara optimal.
Apa itu Well-being?
Sejak beberapa dekade terakhir, well-being menjadi perhatian para praktisi dan akademisi pendidikan. Apa yang dimaksud dengan well-being?
Well-being berbeda dengan welfare meskipun sama-sama diterjemahkan menjadi “kesejahteraan” dalam Bahasa Indonesia.
Menurut kamus Oxford English Dictionary, well-being dapat diartikan sebagai kondisi nyaman, sehat, dan bahagia. Well-being adalah sebuah kondisi individu yang memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri dan orang lain, dapat membuat keputusan dan mengatur tingkah lakunya sendiri, dapat memenuhi kebutuhan dirinya dengan menciptakan dan mengelola lingkungan dengan baik, memiliki tujuan hidup dan membuat hidup mereka lebih bermakna, serta berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya.
Noble and McGrath (2016) menyebutkan bahwa well-being murid yang optimal adalah keadaan emosional yang berkelanjutan (relatif stabil) yang ditandai dengan: sikap dan suasana hati yang secara umum positif, relasi yang positif dengan sesama murid dan guru, resiliensi, optimalisasi diri, dan tingkat kepuasan diri yang tinggi berkaitan dengan pengalaman belajar mereka di sekolah.
Definisi Pembelajaran Sosial dan Emosional
Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional agar dapat:
- Memahami, menghayati, dan mengelola emosi (kesadaran diri)
- Menetapkan dan mencapai tujuan positif (pengelolaan diri)
- Merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial)
- Membangun dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan berelasi)
- Membuat keputusan yang bertanggung jawab. (pengambilan keputusan yang bertanggung jawab)
Gambar 2 menjelaskan kerangka sistematis dan kolaboratif pembelajaran kompetensi sosial dan emosional CASEL:
- Penciptaan lingkungan belajar yang tepat serta terkoordinasi untuk meningkatkan pembelajaran akademik, sosial, dan emosional semua murid
- Kemitraan/kerjasama sekolah-keluarga-komunitas untuk membentuk lingkungan belajar dan pengalaman yang bercirikan hubungan/relasi yang saling mempercayai dan berkolaborasi
- Kurikulum dan pembelajaran yang jelas dan bermakna, dan evaluasi secara berkala.
Gambar 2. Pembelajaran Sosial Emosional Kolaboratif Seluruh Komunitas Sekolah CASEL
Kerangka Kompetensi Sosial Emosional (CASEL)
Kerangka Kompetensi Sosial dan Emosional (CASEL) | |
Definisi | Contoh |
Kesadaran Diri: kemampuan untuk memahami perasaan, emosi, dan nilai-nilai diri sendiri, dan bagaimana pengaruhnya pada perilaku diri dalam berbagai situasi dan konteks kehidupan. |
|
Manajemen Diri: kemampuan untuk mengelola emosi, pikiran, dan perilaku diri secara efektif dalam berbagai situasi dan untuk mencapai tujuan dan aspirasi |
|
Kesadaran Sosial: kemampuan untuk memahami sudut pandang dan dapat berempati dengan orang lain termasuk mereka yang berasal dari latar belakang, budaya, dan konteks yang berbeda-beda |
|
Keterampilan Berelasi: kemampuan untuk membangun dan mempertahankan hubungan-hubungan yang sehat dan suportif |
|
Pengambilan Keputusan yang Bertanggung Jawab: kemampuan untuk mengambil pilihan-pilihan membangun yang berdasar atas kepedulian, kapasitas dalam mempertimbangkan standar-standar etis dan rasa aman, dan untuk mengevaluasi manfaat dan konsekuensi dari bermacam-macam tindakan dan perilaku untuk kesejahteraan psikologis (well-being) diri sendiri, masyarakat, dan kelompok |
|
Jika kita analisis lebih lanjut, 5 Kompetensi Sosial dan Emosional yang telah kita bahas berhubungan erat dengan 6 (enam) dimensi Profil Pelajar Pancasila. Sebagai contoh, ketika seorang murid perlu mengeluarkan ide yang baru dan orisinil untuk memecahkan masalah (dimensi kreatif) diperlukan juga kemampuan bernalar kritis untuk melihat permasalahan yang ada. Dalam situasi tersebut, murid tersebut menerapkan kesadaran diri dan manajemen diri.
Selanjutnya, solusi yang dihasilkannya juga perlu mempertimbangkan akhlak kepada makhluk hidup lain yang dapat dimunculkan dari dimensi beriman, bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Dalam situasi tersebut, ia menerapkan KSE kesadaran sosial dan keterampilan berelasi. Dalam mewujudkan solusinya, ia pun perlu melibatkan orang lain dengan tetap menghargai keragaman latar belakang yang dimiliki (dimensi gotong royong dan berkebhinekaan global). Dalam tahap ini, ia menerapkan KSE kesadaran sosial, keterampilan relasi, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.
Kaitan dengan Standar Nasional Pendidikan
Pembelajaran Sosial dan Emosional berupaya menciptakan lingkungan dan pengalaman belajar yang menumbuhkan 5 kompetensi sosial dan emosional yaitu kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.
Pembelajaran 5 KSE tersebut akan dapat menghasilkan murid-murid yang berkarakter, disiplin, santun, jujur, peduli, responsif, proaktif, mendorong anak untuk memiliki rasa ingin tahu tentang ilmu pengetahuan, sosial, budaya, dan humaniora. Semua ini selaras dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi dalam Standar Nasional Pendidikan.
Tabel B.2b. Kegiatan Kompetensi Sosial Emosional
No. | Kegiatan | KSE dan Penjelasan | |
1 | Melibatkan murid dalam membuat keyakinan kelas atau peraturan sekolah untuk menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan nyaman | (Contoh)
| |
2 | Memberikan kesempatan pada murid untuk membaca buku pilihannya dalam suasana yang kondusif | ||
3 | Memberikan kesempatan pada murid untuk merefleksikan proses pembelajaran yang sudah diikuti (Misalnya; apa yang disukai/mudah/menantang/ingin dipelajari lebih lanjut sebelum melanjutkan pembelajaran berikutnya) | ||
4 | Mengadakan dialog interaktif tentang bagaimana membangun tanggung jawab/etika dalam penggunaan media sosial | ||
5 | Memberikan fleksibilitas pada murid untuk mengerjakan tugas yang pilihannya terlebih dahulu | ||
6 | Memberikan kesempatan pada murid untuk mengelola sebuah kegiatan (literasi, seni dan olahraga, dll.) |
Implementasi pembelajaran sosial dan emosional di kelas dan sekolah
Pembelajaran Sosial dan Emosional adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah yang memungkinkan anak dan pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai 5 Kompetensi Sosial dan Emosional.
Mulai dari pengajaran secara eksplisit di kelas hingga kemitraan dengan keluarga dan komunitas untuk terus mengupayakan proses kolaboratif dan berkelanjutan. Indikator penerapan KSE dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:
Tabel D. Indikator Penerapan Pembelajaran Sosial dan Emosional
KELAS | Pengajaran eksplisit: Pembelajaran akademik yang terintegrasi KSE: Pelibatan dan Suara murid: |
SEKOLAH | Iklim kelas dan sekolah yang mendukung: Berfokus pada KSE pendidik dan tenaga kependidikan (PTK): Kebijakan yang mendukung: Dukungan terintegrasi yang berkelanjutan: |
KELUARGA & KOMUNITAS | Pelibatan kemitraan dengan orangtua: Kemitraan dengan komunitas: Terbentuk sistem dalam upaya peningkatan berkelanjutan: |
Tabel di atas menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran sosial dan emosional bukan hanya mencakup ruang lingkup kelas dan sekolah, namun juga melibatkan keluarga dan komunitas. Hal ini sejalan dengan prinsip pendidikan Tri Sentra (Tiga Pusat Pendidikan) salah satu gagasan Ki Hajar Dewantara yang menerangkan bahwa pendidikan harus berlangsung di tiga lingkungan yaitu, keluarga, sekolah, dan masyarakat. Dengan kolaborasi dan gotong royong, keluarga, sekolah, dan komunitas bersama-sama mewujudkan pendidikan yang berkualitas untuk meningkatkan kompetensi dan kesejahteraan psikologis murid-murid kita.
Secara khusus membahas 4 indikator pembelajaran sosial dan emosional yang berkaitan dengan kelas dan sekolah, yaitu:
- Pengajaran eksplisit
- Integrasi dalam praktek mengajar guru dan kurikulum akademik
- Penciptaan iklim kelas dan budaya sekolah
- Penguatan KSE pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) di sekolah
Pengajaran Eksplisit
Implementasi PSE dengan pengajaran eksplisit memastikan murid memiliki kesempatan yang konsisten untuk menumbuhkan, melatih, dan berefleksi tentang kompetensi sosial dan emosional dengan cara yang sesuai dan terbuka dengan keragaman budaya. Pengajaran eksplisit KSE dapat dilaksanakan dalam bentuk kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler. Pendidik dapat menggunakan berbagai proyek, acara atau kegiatan sekolah yang rutin untuk mengajarkan kompetensi sosial dan emosional secara eksplisit.
Menciptakan Iklim Kelas dan Budaya Sekolah
Indikator ketiga dalam implementasi pembelajaran sosial dan emosional adalah menciptakan iklim kelas dan budaya sekolah.
Salah satu upaya mengubah lingkungan sekolah (iklim kelas dan sekolah), adalah melalui praktik guru dan gaya interaksi mereka dengan murid, atau dengan mengubah peraturan dan harapan sekolah. Dalam modul 1.4 kita sudah membahas bagaimana membangun keyakinan kelas dan peraturan sekolah. Di sini kita akan membahas lebih lanjut bagaimana praktik mengajar guru dan gaya interaksi guru dengan murid.
Lingkungan yang memprioritaskan kualitas relasi antara guru dan murid adalah salah satu indikator utama dalam penciptaan iklim kelas dan budaya sekolah. Kualitas relasi guru dan murid yang tercermin dalam sikap saling percaya akan berdampak pada ketertarikan dan keterlibatan murid dalam pembelajaran. Sikap saling percaya akan menumbuhkan perasaan aman dan nyaman bagi murid dalam mengekspresikan dirinya. murid-murid akan lebih berani bertanya, mencari tahu, berpendapat, mencoba, berkolaborasi sehingga mereka memiliki kesempatan untuk mengembangkan kompetensi dirinya secara lebih optimal. Selain kualitas relasi guru dan murid, lingkungan kelas yang aman dan positif juga dapat diciptakan melalui berbagai kegiatan pembelajaran yang dapat merangkul keberagaman dan perbedaan, melibatkan murid, dan menumbuhkan optimisme.
Menurut Sri Wahyaningsih, Pendiri Salam (Sanggar Anak Alam) Yogyakarta, yang diwawancarai September 2021, lingkungan sekolah yang aman dan nyaman adalah lingkungan yang membangun persepsi bahwa setiap orang memiliki potensi yang berbeda-beda dan orang lain adalah mitra, bukan saingan. Tugas pendidik adalah membantu anak-anak menemukan jati diri dan mengembangkan potensinya. Persepsi tersebut akan mendorong kentalnya kolaborasi antar murid, guru, maupun orang tua. “Orang tua akan ikut mendukung teman-teman anaknya, karena tidak dilihat sebagai saingan anaknya. Guru-guru pun menjadi lebih produktif dan suportif, saling mendorong rekan sejawat untuk mengembangkan diri.”
Kaitan dengan Standar Nasional Pendidikan
Implementasi pembelajaran sosial dan emosional selaras dengan Standar Proses dalam SNP kita. Integrasikan 5 KSE dalam pengajaran eksplisit maupun integrasi dalam konten dan strategi pembelajaran terkait dengan perencanaan proses dan pelaksanaan proses pembelajaran. Refleksi yang dilakukan guru maupun murid mendorong proses penilaian hasil belajar dan pengawasan proses pembelajaran.
Penguatan Kompetensi Sosial dan Emosional Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) di Sekolah
Selain dari interaksi dengan teman-temannya, murid-murid kita akan belajar dari interaksi mereka dengan para pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) di sekolah. Oleh sebab itu, penguatan kompetensi sosial dan emosional pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah menjadi salah satu indikator penting dalam pembelajaran sosial emosional di sekolah. Pendidik dan tenaga kependidikan perlu memiliki kesempatan secara reguler untuk mengembangkan kompetensi sosial, emosional dan budaya mereka sendiri, berkolaborasi, membangun hubungan saling percaya dan memelihara komunitas yang erat.
Berikut langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk memperkuat pembelajaran sosial emosional pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah:
1. Memodelkan (menjadi teladan): Mendukung pendidik dan tenaga kependidikan dalam memodelkan kompetensi dan pola pikir di seluruh komunitas sekolah dengan murid, keluarga murid, mitra komunitas, dan satu sama lain. Ini dapat meliputi:
? Menerapkan kompetensi sosial emosional dalam peran dan tugas
? Menciptakan budaya mengapresiasi
? Menunjukkan kepedulian
2. Belajar: pendidik dan tenaga kependidikan merefleksikan kompetensi sosial dan emosional pribadi dan mengembangkan kapasitas untuk mengimplementasikan kompetensi sosial dan emosional. Kegiatan ini dapat meliputi:
? Membiasakan merefleksikan kompetensi sosial dan emosional pribadi
? Berkolaborasi di tempat kerja
? Mempelajari kemungkinan adanya bias terkait dengan literasi budaya
? Mengembangkan pola pikir bertumbuh
? Memahami tahapan perkembangan murid
? Meluangkan waktu untuk melakukan self-care (perawatan diri)
? Mengagendakan sesi berbagi praktik baik
3. Berkolaborasi: menciptakan struktur berbentuk komunitas pembelajaran profesional atau pendampingan sejawat bagi pendidik dan tenaga kependidikan untuk berkolaborasi tentang cara mengasah strategi untuk mempromosikan KSE di seluruh sekolah. Kegiatan dapat meliputi:
? Membuat kesepakatan bersama-sama
? Membuat komunitas belajar profesional
? Membuat sistem mentoring rekan sejawat
? Mengintegrasikan kompetensi sosial emosional dalam pelaksanaan rapat guru
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar